TUGAS PERINDO 2

Masa Transisi Indonesia

Orde lama adalah masa masa kepemimpinan Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno sejak Dekrit Presiden pada Juli 1959 hingga tahun 1966. Sedangkan, orde baru adalah masa masa kepemimpinan Presiden kedua Indonesia sekaligus merupakan presiden Indonesia terlama yang berkuasa, Jenderal Suharto sejak keputusan pada Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968 hingga reformasi tahun 1998. Diantara 2 masa yang sangat menarik dan berpengaruh pada sejarah Bangsa Indonesia itu terdapat sebuah masa yang sangat menarik untuk dibahas dan penuh dengan kontroversi. Masa itu berlangsung sejak G30S/PKI dimana terjadi pembunuhan Dewan Jenderal hingga Sidang Umum MPRS pada 27 Maret 1968 yang memutuskan bahwa Jenderal Suharto diangkat menjadi Presiden kedua Indonesia menggantikan Ir. Soekarno yang lengser setelah pidato pertanggungjawabannya yang berjudul “Nawaksara” ditolak oleh MPRS.
Masa tersebut adalah masa transisi Indonesia, di masa tersebut terjadi pergantian kekuasaan yang disertai dengan kontroversi-kontroversi baik pro maupun kontra terhadap pengangkatan Jenderal Suharto sebagai Presiden kedua Indonesia. Akan tetapi, diantara sekian banyak kontroversi tersebut ada hal yang masih menjadi misteri hingga sekarang. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) pun belum bias memecahkannya. Hal itu adalah Surat Perintah Sebelas Maret atau lebih dikenal dengan Supersemar yang terjadi pada tahun 1966.
Empat puluh enam tahun berlalu, misteri Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) hingga kini belum juga terpecahkan. Di mana naskah asli surat tersebut juga masih belum bisa ditemukan. Keraguan akan keaslian naskah Supersemar yang disimpan ANRI muncul setelah tumbangnya Orde Baru pada 1998. Keraguan publik soal otentisitas surat perintah dari Presiden Soekarno ke Menteri Panglima Angkatan Darat, Letjen Soeharto, kala itu semakin diperkuat oleh beberapa saksi sejarah bekas tahanan politik Orde baru yang akhirnya buka suara. Sejumlah versi proses terbitnya Supersemar pun beredar. Entah siapa yang benar.
Hal tersebut sangatlah memalukan mengingat sangat pentingnya “peran” dari Supersemar. Tanpa Supersemar mungkin saja Indonesia masih berada dibawah kekuasaan PKI, mungkin saja Indonesia tidak akan kehilangan blok-blok yang dicaplok oleh Freeport dan koleganya, mungkin saja Ir Soekarno tidak akan meninggal karena sakit, dan masih banyak kemungkinan lainnya.
Selain itu, Supersemar juga mengundang banyak pertanyaan. Mengapa Supersemar yang dititahkan oleh Presiden Soekarno justru malah menjatuhkan beliau dari tampuk kepemimpinan dan menjadikan beliau tahanan rumah hingga akhirnya beliau meninggal karena sakit yang dideritanya? Sebuah pertanyaan yang sampai sekarang sulit untuk dijawab.
Angkatan darat menganggap Supersemar sebagai tanda pelimpahan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Supersemar memang berisi pelimpahan wewenang kepada Jenderal Soeharto “untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Pangti/PBR/Mandataris MPRS demi untuk keutuhan bangsa dan negara RI, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran PBR”. Setelah itu, Jenderal Soeharto langsung bertindak cepat dengan mengeluarkan perintah harian kepada segenap jajaran ABRI dan mengumumkan kelahiran Supersemar. Perintah harian itu lalu disusul dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI/Mandataris MPRS/PBR Nomor 1/3/1966. Isinya: membubarkan PKI termasuk bagian-bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah serta semua organisasi yang seasas/berlindung/bernaung di bawahnya. PKI juga dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh RI.
Kemudian, Jenderal Soeharto “melucuti” MPRS sehingga tak lama kemudian Presiden Soekarno jatuh dan orde lama pun runtuh dan digantikan oleh orde baru pimpinan Jenderal Soeharto yang bertahan selama 32 tahun.

0 komentar:

Translate

Copyright © 2013 Blog Nia Lestari